Sabtu, 29 Januari 2011

attention deficit hyperactivity disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder = gangguan


ADHD merupakan kependekan dari attention deficit hyperactivity disorder, (Attention = perhatian, Deficit = berkurang, Hyperactivity = hiperaktif, dan Disorder = gangguan). Atau dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif.
     Sebelumnya, pernah ada istilah ADD, kependekan dari attention deficit disorder yang berarti gangguan pemusatan perhatian. Pada saat ditambahkan 'hiper-activity/hiper-aktif’ penulisan istilahnya menjadi beragam. Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, ada pula yang menulis ADD/H. Tetapi, sebenarnya dari tiga jenis penulisan istilah itu, maksudnya  sama.
Definisi ADHD adalah suatu peningkatan aktifitas motorik hingga pada tingkatan tertentu yang menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi, setidaknya pada dua tempat dan suasana yang berbeda. Aktifitas anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan yang ditandai dengan gangguan perasaan gelisah, selalu menggerak-gerakkan jari-jari tangan, kaki, pensil, tidak dapat duduk dengan tenang dan selalu meninggalkan tempat duduknya meskipun pada saat dimana dia seharusnya duduk dengan tenang.. Terminologi lain yang dipakai mencakup beberapa kelainan perilaku meliputi perasaan yang meletup-letup, aktifitas yang berlebihan, suka membuat keributan, membangkang dan destruktif yang menetap.
Sementara itu, ADHD didefinisikan oleh Barkley (1991) sebagai sebuah gangguan dimana respon menjadi terhalang dan mengalami disfungsi pelaksanaan yang mengarah pada kurangnya pengaturan diri, lemahnya kemampuan untuk mengatur perilaku untuk tujuan sekarang dan masa depan, serta sulit beradaptasi secara sosial dan perilaku dengan tuntutan lingkungan (Wood, 2005).
Istilah  ini merupakan istilah yang sering muncul pada dunia medis yang belakangan ini gencar pula diperbincangkan dalam dunia pendidikan dan psikologi. lstilah ini memberikan gambaran tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian atau rentang perhatian mudah teralihkan. Jika hal ini terjadi pada seorang anak dapat menyebabkan berbagai kesulitan belajar, kesulitan berperilaku, kesulitan sosial, dan kesulitan-kesulitan lain yang saling berkaitan.
Jadi, jika didefinisikan, secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-anak yang memperlihatkan simptom-simptom (ciri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif,dan impulsif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka.
Kenyataannya, ADHD ini tidak selalu disertai dengan gangguan hiperaktif. Oleh karena itu, makna istilah ADHD di Indonesia, lazimnya diterjemahkan menjadi Gangguan Pemusatan Perhatian dengan/tanpa Hiperaktif (GPP/H). Anak yang mengalami ADHD atau GPP/H kerap kali tumpang tindih dengan kondisi-kondisi lainnya, seperti disleksia (dyslexia), dispraksia (dyspraxsia), gangguan menentang dan melawan (oppositional defiant disorderlODD). Selanjutnya pada tulisan ini akan digunakan istilah ADHD.   
Istilah ADHD  merupakan suatu kelainan perkembangan yang terjadi pada masa anak dan dapat berlangsung sampai masa remaja. Gangguan perkembangan tersebut berbentuk suatu spectrum, sehingga tingkat kesulitannya akan  berbeda dari satu anak dengan anak yang lainnya. Dalam kaitannya dengan pengertian ADHD ini, sekilas dapat dilihat dari perjalanan ditemukannya gangguan ini.
Saat ini banyak para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang mempunyai perhatian terhadap ADHD, terutama medis, psikologi, maupun pendidikan yang mengalami kesulitan untuk menentukan bahwa seseorang dikatakan sebagai penyandang ADHD. Sebagai contoh tidak mudah untuk membedakan penyandang ADHD ringan dengan anak normal yang sedikit lebih aktif dibanding anak yang lainnya.
Beberapa tampilan dari gangguan lain dapat mengaburkan ciri ADHD dan beberapa simptom ADHD dapat terjadi pada diagnosa gangguan lainnya (misalnya gangguan spectrum autistik dan obsessive compulsive). ADHD biasanya mulai timbul pada usia 3 tahun, namun pada umumnya baru terdeteksi setelah anak duduk di sekolah dasar, dimana situasi belajar yang formal menuntut pola perilaku yang terkendali termasuk pemusatan perhatian dan konsentrasi yang baik. Ciri utama adanya kecenderungan untuk berpindah dari satu kegiatan kepada kegiatan lain tanpa dapat menyelesaikan tugas yang diberikan, tidak dapat konsentrasi dengan baik bila mengerjakan suatu tugas yang menuntut keterlibatan kognitif, serta tampak adanya aktivitas yang tidak beraturan, berlebihan, dan mengacau.
ADHD memiliki suatu pola yang menetap dari kurangnya perhatian dan atau hiperaktivitas, yang lebih sering dan lebih berat bila dibandingkan dengan anak lain pada taraf perkembangan yang sama. Biasanya kondisi ini menetap selama masa bersekolah dan bahkan sampai usia dewasa, walaupun sekitar 30-40% dari kelainan ini lambat laun menunjukkan perbaikan dalam perhatian dan kegiatannnya. Biasanya didapatkan ciri-ciri ADHD ini pada dua atau lebih situasi yang berbeda seperti di rumah, di sekolah, dan di tempat kerja. Kondisi ini bila dibiarkan akan berdampak pada prestasinya di sekolah. Anak tidak dapat mencapai hasil yang optimal sesuai dengan kemampuannya, ataupun mengalami kesulitan belajar. Akibat lain anak dapat tidak naik kelas dan cukup besar kemungkinan untuk drop out dari sekolah dengan segala permasalahan yang akan timbul.
2.2 Penyebab ADHD
Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas. Seperti halnya gangguan autism, ADHD merupakan statu kelainan yang bersifat multi faktorial. Banyak factor yang dianggap sebagai peneyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik, perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ), terjadinya disfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya. Terdapat beberapa penyebab ADHD, diantaranya adalah faktor genetika,faktor neurobiologis dan faktor resiko.
2.2.1        Faktor genetika
Bukti penelitian menyatakan bahwa faktor genetika merupakan faktor penting dalam memunculkan tingkah laku ADHD.  Satu pertiga dari anggota keluarga ADHD memiliki gangguan, yaitu jika orang tua mengalami ADHD, maka anaknya berisiko ADHD sebesar 60 %. Pada anak kembar, jika salah satu mengalami. ADHD, maka saudaranya 70-80 % juga beresiko mengalami ADHD.
Pada studi gen khusus beberapa penemuan menunjukkan bahwa molekul genetika gen-gen tertentu dapat menyebabkan munculnya ADHD.Dengan demikian temuan-temun dari aspek keluarga, anak kembar, dan gen-gen tertentu menyatakan bahwa ADHD ada kaitannya dengan keturunan. Keterlibatan genetik dan kromosom memang masih belum diketahui secara pasti.  Beberapa gen yang berkaitan dengan kode reseptor dopamine dan produksi serotonin, termasuk DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan 5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan ADHD
2.2.2        Faktor neurobiologis
Beberapa dugaan dari penemuan tentang neurobiologis diantaranya bahwa terdapat persamaan antara ciri-ciri yang muncul pada ADHD dengan yang muncul pada kerusakan fungsi lobus prefrontal.  Demikian juga penurunan kemampuan pada anak ADHD pada tes neuropsikologis  yang dihubungkan dengan fungsi lobus prefrontal.  Temuan melalui MRI (pemeriksaan otak dengan teknologi tinggi) menunjukan ada ketidaknormalan pada bagian otak depan. Bagian ini meliputi korteks prefrontal yang saling berhubungan dengan bagian dalam bawah korteks serebral secara kolektif dikenal sebagai basal ganglia.      
Bagian otak ini berhubungan dengan atensi, fungsi eksekutif, penundaan respons, dan organisasi respons. Kerusakan-kerusakan daerah ini memunculkan ciri-ciri yang serupa dengan  ciri-ciri pada ADHD. Informasi lain bahwa anak ADHD mempunyai korteks prefrontal lebih kecil dibanding anak yang tidak ADHD.
2.2.3        Faktor resiko
Dalam melakukan deteksi dini gangguan perilaku ini maka perlu diketahui faktor resiko yang bisa mengakibatkan gangguan ADHD. Banyak bukti penelitian yang menunjukkan peranan disfungsi Susunan saraf pusat (SSP). Sehingga beberapa kelainan dan gangguan yang terjadi sejak kehamilan, persalinan dan masa kanak-kanak harus dicermati sebagai faktor resiko.
Selama periode kehamilan, disfungsi SSP disebabkan oleh gangguan metabolik, genetik, infeksi, intoksikasi, obat-obatan terlarang, perokok, alkohol dan faktor psikogenik.  Penyakit diabetes dan penyakit preeklamsia juga harus dicermati.
Pada masa persalinan, disebabkan oleh: prematuritas, post date, hambatan persalinan, induksi persalinan, kelainan letak (presentasi bayi), efek samping terapi, depresi sistem immun dan trauma saat kelahiran normal. Sedangkan periode kanak-kanak harus dicermati gangguan infeksi, trauma, terapi medikasi, keracunan, gangguan metabolik, gangguan vaskuler, faktor kejiwaan, keganasan dan terjadinya kejang. Riwayat kecelakaan hingga harus dirawat di rumah sakit,kekerasan secara fisik, verbal, emosi  atau merasa diterlantarkan. Trauma yang serius, menerima perlakuan kasar atau merasa kehilangan sesuatu selama masa kanak-kanak,  tidak sadar diri  atau pingsan.
2.3      Karakteristik ADHD
2.3.1        Karakteristik Utama
Berikut ciri ADHD, dimana ciri-ciri ini muncul pada masa kanak-kanak awal, bersifat menahun, dan tidak diakibatkan oleh kelainan fisik yang lain, mental, maupun emosional. Ciri utama individu dengan gangguan pemusatan perhatian meliputi: gangguan pemusatan perhatian (inattention), gangguan pengendalian diri (impulsifitas), dan gangguan dengan aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas).  Dapat dijelaskan sebagai berikut:
·         Inatensi
Yang dimaksud adalah bahwa sebagai individu penyandang gangguan ini tampak mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatiannya. Mereka sangat mudah teralihkan oleh rangsangan yang tiba-tiba diterima oleh alat inderanya atau oleh perasaan yang timbul pada saat itu. Dengan demikian mereka hanya mampu mempertahankan suatu aktivitas atau tugas dalam jangka waktu yang pendek, sehingga akan mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungannya.
·         Impulsifitas
Yang dimaksud adalah suatu gangguan perilaku berupa tindakan yang tidak disertai dengan pemikiran. Mereka sangat dikuasai oleh perasaannya sehingga sangat cepat bereaksi. Mereka sulit untuk memberi prioritas kegiatan, sulit untuk mempertimbangkan atau memikirkan terlebih dahulu perilaku yang akan ditampilkannya. Perilaku ini biasanya menyulitkan yang bersangkutan maupun lingkungannya.
·         Hiperaktivitas
Yang dimaksud adalah suatu gerakan yang berlebuhan melebihi gerakan yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu yang aktif tapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk memusatkan perhatian.
Berdasarkan DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th edition tahun 2005), kriteria ADHD dipaparkan sebagai berikut:             
A I .  Kurang Perhatian
Pada kriteria ini, anak ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung selama paling sedikit 6 bulan sampai suatu tingkatan yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
a)      Seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah dan kegiatan-­kegiatan lainnya,
b)      Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain,
c)      Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung,
d)     Seringkali tidak mengikuti baik-baik instruksi dan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan, atau tugas di tempat kerja (bukan disebabkan karena perilaku melawan atau kegagalan untuk mengerti instruksi),
e)      Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan,
f)       Seringkali kehilangan barang benda penting untuk tugas-tugas dan kegiatan, misalnya kehilangan permainan, kehilangan tugas sekolah, kehilangan pensil, buku, dan alat tulis lain,
g)      Seringkali menghindari, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan tugas-tugas yang membutuhkan usaha mental yang didukung, seperti menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah,
h)      Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar, dan
i)        Seringkali cepat lupa dalam menyelesaikan kegiatan sehari-hari.
A2. Hiperaktivitas Impulsifitas
Paling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas berikutnya bertahan selama paling sedikit 6 bulan sampai dengan tingkatan yang  maladaptif dan tidak dengan tingkat perkembangan.
Hiperaktivitas
a)      Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering menggeliat di kursi,
b)      Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya di mana diharapkan agar anak tetap duduk,
c)      Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi di mana hal ini tidak tepat. (Pada masa remaja atau dewasa terbatas pada perasaan gelisah yang subjektif),
d)     Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan senggang secara tenang,
e)              Sering 'bergerak' atau bertindak seolah-olah 'dikendalikan oleh motor', dan sering berbicara berlebihan.
Impulsivitas
a)      Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai.
b)      Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran.
c)      Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya rnemotong pembicaraan atau permainan.
B.     Beberapa gejala hiperaktivitas impulsifitas atau kurang perhatian yang  menyebabkan gangguan muncul sebelum anak berusia 7 tahun.
C.     Ada suatu gangguan di dua atau lebih seting/situasi.
D.    Harus ada gangguan yang secara klinis, signifikan di dalam fungsi sosia!, akademik, atau pekerjaan.
Gejala-gejala tidak terjadi selama berlakunya PDD, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya, dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lainnya.
2.3.2        Karakteristik Tambahan
Gambaran ADHD ini dapat diterangkan lebih rinci sebagai berikut:
1)   Perhatian yang pendek
Individu dengan gangguan ini mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatian dan cenderung melamun, kurang motivasi, sulit mengikuti instruksi. Mereka sering menunda atau menangguhkan tugas yang diberikan dan kesulitan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan karena cepat berpindah ke topik lain.
2)  Menurunnya daya ingat jangka pendek.
                 Individu ini mengalami kesulitan dalam mengingat informasi yang baru didapat untuk jangka waktu yang pendek. Keadaan ini dapat mempengaruhi kegiatan belajar, karena anak cenderung tidak dapat merespon dengan baik setiap instruksi. Dengan demikian mereka juga mengalami kesulitan dalam mempelajari simbol-simbol, seperti warna dan alphabet.
      3)  Gangguan motorik dan koordinasi.
                 Masalah perkembangan individu ini mempengaruhi keterampilan motorik kasar dan halus atau koordinasi mata dan tangan. Dalam keterampilan motorik kasar, mereka mengalami kesulitan dalam keseimbangan melompat, berlari, atau naik sepeda. Dalam keterampilan motorik halus, seperti mengancingkan baju, memakai tali sepatu, menggunting, mewarnai, dan tulisannya sulit dibaca. Dalam koordinasi mata-tangan seperti melempar bola, menangkap bola, menendang, maka gerakan-gerakannya cenderung terburu-­buru. Hal ini tampak juga ketika mengikuti kegiatan olah raga, gerakan-gerakannya tampak kurang terampil.
4)   Gangguan dalam mengatur atau mengorganisir kegiatan.
                 Gangguan dalam hal ini seringkali nampak ketika anak mengatur kamarnya. Mereka kelihatannya kesulitan, demikian juga dalam kegiatan sehari-hari lainnya. Hal ini nampak juga ketika anak mengikuti ulangan atau ujian. Mereka kurang dapat memperhatikan atau menimbang jawaban yang tepat, sehingga seringkali memperoleh nilai yang kurang dari rata-rata kelasnya.
      5)   Terdapat gangguan impulsivitas.
          Individu dengan gangguan ini sering bertindak sebelum berpikir. Mereka tidak memikirkan terlebih dahulu apa akibatnya bila melakukan suatu perbuatan. Sebagai contoh ketika menyeberang jalan tanpa melihat dulu ke kiri dan ke kanan. Sering memanjat, melompat dari ketinggian yang berbahaya untuk ukurannya. menyalakan api, dan lain sebagainya.. Kecenderungannya, anak seakan-akan menempatkan dirinya dalam suatu kondisi yang mempunyai resiko tinggi, bahkan seringkali berbahaya bagi orang lain. Impulsivitas ini muncul pula dalam bentuk verbal. Mereka berbicara tanpa berpikir lebih dahulu, tidak memperhitungkarn bagaimana perasaan orang lain yang mendengarkan, apakah akan menyinggung atau menyakitkan hati. Bentuk lain dari impulsivitas adalah anak seperti tidak sabaran, kurang mampu untuk menunda keinginan, menginterupsi pembicaraan orang lain. Cepat marah jika orang lain melakukan sesuatu di luar keinginannya.
6)   Kesulitan untuk menyesuaikan diri.
          Individu dengan gangguan ini sering mempunyai masalah dalam penyesuaian diri terhadap semua hal yang baru, misalnya sekolah, guru, rumah, baju baru. Mereka lebih menyukai lingkungan yang sudah dikenal dengan baik, tidak mudah berubah, dan bersifat kekeluargaan. Keadaan ini dapat menyebabkan mereka lebih cepat menjadi putus asa. Seringkali apa yang sudah menjadi kebiasaan sejak kecil akan berlanjut terus sampai dewasa.
7)  Gangguan memiliki ketidakstabilan emosi, baik watak maupun suasana hati.
          Individu dengan gangguan ini menampakkan pula perilaku sangat labil dalam menentukan derajat suasana hati dari sedih ke gembira. Stimulus yang menyenangkan akan menyebabkan kegembiraan yang berlebihan, sedang rangsang yang tidak menyenangkan akan memunculkan kemarahan yang besar. Anak seringkali marah hanya disebabkan oleh faktor pemicu yang sepele. Mereka juga cenderung mengalami masalah untuk merasakan kegembiraan. Pada masa remaja kurang merasakan perasaan kehilangan semangat atau tidak berdaya. Selain itu pada gangguan ini konsep diri yang dimiliki sangat rendah. Kebanyakan mereka menolak untuk bermain dengan teman seusianya, mereka lebih suka bermain dengan yang lebih mudah usianya. Keadaan ini menunjukkan pertanda awal dari harga diri yang rendah. Apabila dikemudian hari mereka tidak menunjukkan kemajuan di sekolah atau tidak dapat mengembangkan keterampilan sosial, akan menimbulkan perasaan citra diri yang negatif yang membuat rasa harga dirinya semakin menurun.
2.4      Diagnosis ADHD
Diagnosa hiperaktifitas tidak dapat dibuat hanya berdasarkan informasi sepihak dari orang tua penderita saja tetapi setidaknya informasi dari sekolah, serta penderita harus dilakukan pemeriksaan meskipun saat pemeriksaan penderita tidak menunjukkan tanda-tanda hiperaktif, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi saat pemeriksaan dan kemungkinan hal lain yang mungkin mejadi pemicu terjadinya hiperaktifitas. Pada beberapa kasus bahkan membutuhkan pemeriksaan psikometrik dan evaluasi pendidikan. Hingga saat ini belum ada suatu standard pemeriksaan fisik dan psikologis untuk hiperaktifitas. Ini berarti pemeriksaan klinis haruslah dilakukan dengan sangat teliti meskipun belum ditemukan hubungan yang jelas antara jenis pemeriksaan yang dilakukan dengan proses terjadinya hiperasktifitas.   Beragam kuesioner dapat disusun untuk membantu mendiagnosa, namun yang terpenting adalah perhatian yang besar dan pemeriksaan yang terus-menerus, karena tidak mungkin diagnosa ditegakkan hanya dalam satu kali pemeriksaan.
Bila didapatkan seorang anak dengan usia 6 hingga 12 tahun yang menunjukkan tanda-tanda hiperaktif dengan prestasi akademik yang rendah dan kelainan perilaku, hendaknya dilakukan evaluasi awal kemungkinan
2.5      Treatment ADHD
§  Pengobatan Psikofarmakologis
Hampir 80% anak penderita ADHD ditangani dengan terapi obat-obatan. Dua kelompok utama yang menangani anak penderita ADHD adalah dokter dan psikieter. Seorang dokter akan memberikan obat stimulan. Stimulan adalah kelas obat-obatan yang berdampak utama, memberikan energi, kewaspadaan dan rasa percaya diri.
§  Pengobatan Psikososial
Ness& Price (1990) berkeyakinan bahwa terapi non-medis adalah perbaikan praktis dengan berdasarkan akal sehat bagi perilaku impulsif. Lebih jauh, anak penderita ADHD akan merasa lebih frustasi, masa bodoh dan pesimistik dibandingkan dengan yang lainnya mengenai terapi sosial kejiwaan (psikososial), sehingga memperkecil peluang keberhasilan.
Langkah terpenting pertama dalam menangani seseorang anak ADHD adalah mendorong mereka agar sungguh-sungguh mengikuti pengobatan serta membantu mereka menjadi peserta aktif dalam program pengobatan. Dua hambatan yang sering dialami dalam proses program terapi adalah masalah yang berhubungan dengan rasa tidak percaya diri dan rasa penolakan yang berlebihan.
Terapi yang paling umum bagi anak penderita anak ADHD adalah terapi pola kebiasaan. Ini merupakan serangkaian intervensi yang memiliki tujuan tunggal untuk merubah lingkungan sekitar sehingga pada gilirannya akan mengubah pola kebiasan sang anak. Terapi ini harus dilakukan secara konsisten baik di rumah maupun di sekolah, serta lebih banyak memasukkan struktur, pehatian yang lebih dekat, dan membatasi gangguan yang ada. Anak diberi tahu serangkaian perilaku yang diharapkan, dan ia akan diberi penghargaan (reward) bila melaksanakan perilaku yang diharapkan tersebut. Sebaliknya diberikan konsekuensi (punishment) apabila gagal menjalankan perilaku yang diharapkan. Metode ini dilakukan sepanjang waktu untuk membentuk pola sikap yang dikehendaki.
§  Kombinasi Keduanya
Conners (2001) meneliti tiga kelompok anak ADHD yang mendapatkan terapi yang berbeda, yaitu hanya obat-obatan, hanya terapi kebiasaan dan kombinasi keduanya. Menurut penelitian yang dilakukan olehnya, kelompok yang paling sukses adalah penerima terapi gabungan atau kombinasi dari terapi obat-obatan dan terapi kebiasaan.
Kedua terapi, baik obat maupun terapi kebiasaan memiliki keuntungan dalam proses pengobatan anak ADHD. Terapi dengan tidak menggunakan obat-obatan dapat mengendalikan kemarahan atau frustasi, serta dapat memecahkan masalah yang berhubungan dengan kemampuan bersosialisasi. Selain itu, terapi kebiasaan memiliki dampak jangka panjnag dan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap situasi baru sepanjang hidup. Menurut penelitian yang dilakukan Klein dan Abikoff menunjukkan bahwa terapi kejiwaan tampak bila seseorang tetap meminum obat, meskipun telah beralih ke metode lain. Maka dari itu Akademi Kejiwaan Anak Dan Remaja merekomendasikan perawatan gabungan (Wood, 2005).

Tidak ada komentar: