Minggu, 30 Januari 2011

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki Sumber Daya Alam yang sangat beragam, di antaranya yaitu bahan-bahan tambang dan minyak bumi maupun gas alam kegiatan usaha pertambangan, minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional sehingga sifatnya sangat vital bagi kehidupan masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia. Hal ini mendorong perkembangan usaha pertambangan seperti tambang emas, timah, dan sebagainya juga berbagai usaha pengeoboran minyak maupun gas bumi sebagai upaya untuk memanfaatkan kekayaan alam tersebut.
Di sisi lain, banyak masalah yang timbul. Industri pertambangan dan pengeboran minyak termasuk dalam kelompok pekerjaan yang beresiko karena para pekerja akan berhadapan dengan bahaya-bahaya atau resiko kecelakaan yang sulit untuk dipediksi kemunculannya, yang dapat mengakibatkan cidera bahkan kematian. Misalnya akibat ledakan di pusat pengeboran minyak, tertimbun di terowongan tempat menggali barang tambang dan lain-lain. Sebagian besar kecelakaan industri diperkirakan disebabkan oleh faktor-faktor manusia, yaitu berupa sesuatu yang dilakukan oleh manusia atau ketidakberhasilan dalam melakukan sesuatu (Anastasi, 1989). Sebab-sebab itu tidak hanya terkait dengan prosedur pengoperasian yang tidak aman, melainkan juga pengawasan yang tidak seksama atau tidak memadainya perlengkapan atau bahan. Jadi, walaupun kecelakaan disebabkan oleh suatu peralatan namun dalam banyak hal dapat dikaitkan dengan kesalahan pada manusianya.
Sehubungan dengan hal tersebut, berbagai usaha yang ekstensif telah dilakukan guna mengatasi masalah-masalah keamanan kerja dan pencegahan kecelakaan dalam industri pertambangan dan pengeboran minyak. Hal ini dilakukan karena pekerja merupakan unsur vital dalam suatu industri yang harus dijaga dan dibina sehingga perusahaan maupun pekerja itu sendiri mendapatkan keuntungan yang maksimal dari pekerjaan yang mereka lakukan.

PENGERTIAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Kesehatan kerja lebih memfokuskakn lingkup kegiatannya pada peningkatan kualitas hidup tenaga kerja melalui penerapan upaya kesehatan yang bertujuan untuk:
1.      Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan kerja
2.      Melindungi dan mencegah pekerja dari semua gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja atau pekerjanya
3.      Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental dan pendidikan atau keterampilan
4.      Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
Keselamatan kerja secara filosofis dapat diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani dan rohani, baik pekerja khususnya dan manusia pada umumnya, maupun produk dan hasil budayanya. Sedangkan secara keilmuan, keselamatan kerja merupakan suatu pengetahuan dan penerapan dalam upaya atau usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Secara keseluruhan, kesehatan dan keselamatan kerja menunjuk kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan perusahaan (Rivai, 2004). Artinya jika perusahaan melaksanakan tindakan-tindakan kesehatan dan keselamatan kerja yang efektif, maka sedikit pekerja yang menderita cedera atau penyakit akibat dari pekerjaan mereka di perusahaan tersebut.

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA PERTAMBANGAN/
PENGEBORAN MINYAK
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa industri pertambangan maupun pengeboran minyak/gas bumi termasuk dalam pekerjaan yang beresiko tinggi terhadap timbulnya penyakit atau kecelakaan-kecelakaan akibat kerja yang mengakibatkan cidera, baik ringan maupun berat, bahkan bisa menyebabkan kematian. Banyak kasus kecelakaan yang terjadi di pertambangan maupun pengeboran minyak. Di antaranya adalah sebagai berikut.
·         Pada bulan September 2005 terjadi ambrukan di level 500 Ciurug, tambang emas Pongkor yang mengakibatkan kematian seorang pekerja dan dua orang pekerja lainnya luka ringan. Kecelakaan terjadi saat pekerja tambang telah selesai melakukan pengeboran di lokasi kejadian dan tengah bersiap-siap mengisi Danfo (bahan peledak) untuk meledakkan dinding terowongan dan meneruskan pencarian bijih emas ketika tiba-tiba terjadi ambrukan batuan dan tanah dari roof (atap). (sumber:  http://www.antam.com)
·         Kasus semburan lumpur di Porong, Sidoarjo yang disebabkan penggunaan teknologi yang tidak hati-hati sehingga menyebabkan masyarakat di sekitarnya harus kehilangan harta benda, rumah, dan sebagainya karena terendam lumpur. (sumber: http://www.reindo.co.id)
Contoh di atas hanyalah segelintir dari banyak kasus lain yang berhubungan dengan usaha penggalian barang tambang maupun pengeboran minyak/gas bumi. Kecelakaan yang terjadi itu mungkin disebabkan oleh banyak hal misalnya kelalaian pekerja, prosedur kerja yang tidak memadai, kerusakan peralatan kerja, pihak perusahaan yang kurang memperhatikan keselamatan para pekerjanya, penggunaan penarangan di terowongan (tambang) yang tidak memadai dan tidak memperhatikan unsur keselamatan dan lain sebagainya.
Seperti yang telah dikemukanan sebelumnya bahwa sebagian besar kecelakaan industri, dalam hal ini pertambangan dan pengeboran, disebabkan oleh faktor-faktor manusia yang meliputi pekerja maupun pihak perusahaan. Kelalaian pekerja itu misalnya tidak memakai helm keselamatan ketika berada di lokasi penambangan, tidak memperhatikan rambu-rambu K3, tidak melakukan prosedur penambangan maupun pengeboran dengan benar dan sebagainya. Dapat dilihat bahwa pada akhirnya kejadian-kejadian tersebut dapat merugikan pihak perusahaan, pekerja dan masyarakat di sekitarnya.
Selain itu, ada beberapa penyebab penyakit yang biasa ditemui di industri pertambangan berasal dari ansenik, asbes, bensin, biklorometileter, debu batu bara, asap tungku batu arang, debu kapas, timah, radiasi, dan finilklorida (Rivai, 2004). Bahan-bahan ini biasa ditemui di industri pengilangan minyak dan pertambangan.
Sehubungan dengan hal itu berbagai upaya dilakukan untuk mengurangi, menghilangkan kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat pekerjaan, salah satunya dengan melakukan sistem kesehatan dan keselamatan kerja yang baik. Kesehatan dan keselamatan kerja adalah bagian yang integral dari kegiatan seluruh perusahaan. Untuk mencapai target kecelakaan nihil di perusahaan, perusahaan harus menyediakan semua peralatan keselamatan kerja sesuai dengan kondisi, jenis pekerjaan, dan standar kesehatan dan keselamatan kerja yang berlaku serta menjamin lingkungan kerja yang aman dan sehat. Di seluruh aspek kegiatannya, perusahaan memberlakukan kebijakan keselamatan kerja yang ketat, disertai sanksi tegas terhadap setiap pelanggaran yang terjadi, yang juga menjadi komponen penilaian kinerja perorangan.
Dalam hal kesehatan kerja, perusahaan harus menyediakan layanan kesehatan promotif (mempertahankan kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif (pemulihan) bagi pekerja dan keluarganya. Setiap pekerja diwajibkan menjalani pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh setiap tahun. Mereka yang tidak fit untuk menjalankan pekerjaannya, diharuskan menjalani pengobatan dan pemulihan.
Setiap pekerja maupun mitra kerja diwajibkan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang disediakan di lokasi kerja. Bergantung pada lokasi dan jenis tambang, APD dapat berupa: pakaian kerja, safety shoes, safety helmet, mine spot lamp, safety belt, pelindung pendengaran, pelindung pernapasan, kacamata pengaman, sarung tangan pengaman. Para tamu yang mengunjungi lokasi tambang atau pengeboran juga diwajibkan menggunakan APD, serta terlebih dulu harus mengikuti pengenalan tentang keselamatan (safety induction) dan menandatangani pernyataan patuh pada peraturan keselamatan yang berlaku.
Semua hal tersebut di atas dilakukan untuk mencegah timbulnya resiko bahaya ketika bekerja sehingga para pekerja terjamin kesejahteraan, kesehatan dan keselamatannya selama bekerja dan perusahaan dapat memaksimalkan keuntungan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut.

PENGENDALIAN
Dalam hal ini untuk mengurangi tingkat resiko kerja sebagai bagian dari upaya untuk menetapkan sistem kesehatan dan keselamatan kerja yang baik, perusahaan dapat melakukan tindakan pengendalian.
Dalam melakukan pengendalian resiko kecelakaan kerja ada beberapa tahapan yang harus dilewati. Tahap pertama adalah menghilangkan penyebab bahaya. Menghilangkan bahaya merupakan langkah ideal yang dilakukan dalam melakukan pengendalian resiko. Ini berarti menghentikan peralatan/prasarana yang dapat menimbulkan bahaya. Jika hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan maka dapat digunakan salah satu atau kombinasi dari tahap berikut:
1.      Mengganti peralatan (substitusi)
Mengganti sumber resiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat resikonya lebih rendah atau tidak ada.
2.      Melakukan desain ulang dari perangkat kerja (engineering)
Langkah ini dilakukan dengan mengubah desain tempat kerja, atau proses kerja yang dapat mengurangi tingkat resiko, yaitu membuat lokasi kerja yang aman dengan melakukan pengaturan ulang lokasi kerja, memodifikasi perlatan, melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, mengurangi frekuensi dalam melakukan kegiatan berbahaya. Contohnya: menjauhkan area pengeboran/pertambangan dari kegiatan lain, memasang lift barang untuk mengangkut materi hasil tambang, memodifikasi sistem exhaust untuk mengurangi kebisingan ketika kegiatan pengeboran maupun menambang sedang dilakukan.
3.      Melakukan isolasi sumber bahaya
Perusahaan melakukan isolasi terhadap area berbahaya dari pekerja atau orang lain yang memasuki area tersebut. Contohnya, memasang pagar pengaman di lokasi berbahaya, menutup dan menjaga peralatan/mesin yang berbahaya, melarang personel masuk ke area berbahaya.
Jika ketiga alternatif tersebut tidak dapat digunakan, maka dapat dilakukan dua alternatif berikut ini:
1.      Pengendalian secara administrasi
Dalam tahap ini perusahaan menggunakan prosedur, standar operasi kerja (SOP) atau panduan sebagai langkah untuk mengurangi resiko. Akan tetapi pada banyak kasus, pengendalian administrasi tetap membutuhkan sarana pengendali resiko lainnya. Contohnya, jika peralatan mesin bersifat otomatis digunakan sebagai pengganti pekerjaan manual yang beresiko tinggi, operator tetap mendapatkan pelatihan dalam penggunaan mesin tersebut.
Contoh dari pengendalian secara administrasi adalah:
·         Melakukan rotasi kerja untuk mengurangi efek resiko
·         Membatasi waktu atau frekuensi untuk memasuki area
·         Melakukan supervisi pekerjaan
·         Membuat prosedur, instruksi kerja, atau pelatihan pengamanan
·         Melakukan pemeliharaan pencegahan dan membuat prosedur house-keeping
·         Membuat tanda bahaya
2.      Penggunaan alat pelindung diri (APD)
Sarana pelindung diri adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan untuk mencegah bahaya. APD sebaiknya tidak digunakan sebagai pengganti sarana pengendali resiko lainnya tetapi disarankan hanya digunakan bersamaan dengan alat pengendali lainnya.
Contoh alat pelindung diri antara lain:
·         Peralatan pelindung pendengaran, seperti ear muffs, dan ear plug
·         Masker
·         Kacamata pelindung seperti, goggles
·         Safety helmet
·         Jaket tahan api

KESEHATAN KERJA DAN JAMINAN SOSIAL
Dalam rangka menjamin kesehatan tiap pekerjanya, perusahaan banyak melakukan upaya yang mengarah pada hal tersebut. Misalnya dengan memberikan atau menyediakan makanan dan minuman yang layak bagi pekerja pertambangan maupun pengeboran. Hal ini harus dilakukan karena para pekerja tersebut bekerja dengan mengandalkan kemampuan fisiknya, yang tentunya harus ditunjang dengan gizi yang mencukupi. Selain itu, perusahaan memberikan waktu istirahat yang cukup sebelum pekerja mulai bekerja kembali. Jam kerja yang sesuai juga diterapkan agar para pekerja tidak mengalami kelelahan fisik yang berlebihan akibat bekerja yang memungkinkan terjadinya kecelakaan ketika bekerja.
Semua tenaga kerja yang bekerja di perusahaan harus didaftarkan sebagai anggota penerima Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), tentunya dengan berbagai syarat-syarat yang berlaku yang salah satu diantaranya adalah berumur lebih dari 17 tahun. Jika terdapat pekerja yang mengalami kecelakaan kerja yang cukup serius, maka ia akan dibawa ke dokter atau Rumah Sakit yang sudah menjalin kerjasama dengan perusahaan tersebut. Ketika kecelakaan terjadi, pihak K3 harus memeriksa kronologis kejadiannya. Itu dilakukan untuk mengecek apakah kecelakaan yang terjadi pada pekerja tersebut karena dia tidak mematuhi peraturan yang berlaku. Apabila pekerja tersebut terbukti mematuhi peraturan, maka tidak ada pihak yang harus disalahkan, karena kejadian tersebut murni merupakan kecelakaan, bukan kelalaian. Atau ketika ada pekerja yang sakit, maka ia harus melaporkannya pada perusahaan, agar diberi surat pengantar kepada rumah sakit yang telah ditentukan.
Dalam hal ini lingkungan memerankan peranan yang tidak kalah penting. Di tempat atau lokasi penambangan maupun pengeboran, keadaan lingkungan baik udara, suhu dan sebagainya bisa sangat mengganggu kesehatan. Oleh karena itu, perlu dicari cara agar keadaan lingkungan yang sulit dikendalikan tersebut tidak membahayakan keselamatan para pekerja.  Selain itu, di setiap lokasi pertambangan ataupun pengeboran perusahaan berkewajiban menyediakan tempat tinggal yang berupa barak atau pondok-pondok, dengan MCK yang layak, dan juga tempat beristirahat untuk para pekerjanya. Tempat-tempat tersebut sebaiknya dijauhkan dari lokasi pusat pengeboran/pertambangan sehingga terhindar dari bahaya yang mungkin bisa terjadi misalnya ketika melakukan peledakan untuk membuat terowongan atau kebisingan ketika bor menembus tanah untuk mencapai minyak.


DAFTAR PUSTAKA
Anastasi, Anne. (1989).  Bidang-Bidang Psikologi Terapan. Jakarta: Rajawali Pers.
Rivai, Veithzal. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori Ke Praktek. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar: